One Love for One's Life...

Kamis, 31 Mei 2012

DO RE MI


(Cerpen Hana Rulistiawan) 

Jantung Dodo berdebar setiap kali melewati rumah tua yang ada di ujung gang itu. Banyak yang bilang rumah itu berhantu. Mengingat hal itu, Dodo mempercepat langkahnya agar segera sampai di rumah sambil sesekali menoleh ke arah rumah tua yang kelihatannya sebentar lagi akan ambruk itu. Rere dan Mimi teman Dodo pun sama, keduanya selalu saja berlarian saat melewati rumah tua itu.
Dinding dan kayu penyangga rumah itu terlihat banyak yang keropos, pekarangannya juga kotor seperti tidak terurus. Banyak orang bilang kalau mereka sering melihat sesosok bayangan dari dalam rumah itu. Ada yang mengatakan, penghuni rumah ini adalah monster yang menakutkan. Ada juga yang bilang kalau rumah itu dihuni oleh seorang nenek tua yang misterius dengan kulit dan rambut yang serba putih. Tapi selama ini Dodo dan kawan-kawannya belum pernah sekalipun melihat penampakan di rumah itu. Padahal hampir setiap hari DOREMI (Dodo, Rere, dan Mimi) melewati rumah itu.
Rumah tua itu memang tidak kosong, di sana tinggal seorang nenek. Mama Dodo bilang, nenek itu bernama Bu Dorman. Kulitnya putih dan keriput. Rambut dan alisnya putih. Dia terlihat sangat tua, jalannya pun sedikit bungkuk.

***

Sore itu sepulang sekolah, Dodo disuruh Mamanya ke warung untuk membeli cabai. Sebenarnya Dodo malas, karena warungnya tepat di sebelah rumah nenek angker itu. Saat sedang menunggu pesanan cabainya disiapkan oleh si ibu pemilik warung, Dodo mendengar suara piano mengalun. Dodo mencari-cari darimana asal suara piano itu. Betapa kagetnya Dodo saat tahu piano itu berasal dari rumah si nenek angker. Kaki Dodo pun jadi lemas, jantungnya berdegup kencang, tangannya gemetar. Dia langsung saja lari sekencang mungkin saat cabai yang disuruh ibunya sudah dia dapatkan.
Sesampainya di rumah, Dodo langsung masuk dan mengunci pintu. Melihat tingkah laku Dodo seperti itu, Mamanya pun merasa kebingungan.
“Kamu kenapa, Do?” tanya Mama Dodo.
“Itu, Ma… Itu! Serem!” kata Dodo sambil mengelap keringat di dahinya.
“Itu apa, Dodo? Kamu tuh kayak yang habis lihat setan saja!” kata Mamanya sambil tertawa.
“Ini lebih parah, Ma! Setannya bisa main piano!” jawab Dodo yang masih saja terlihat ketakutan.
Hush! Kamu ini ada-ada saja. Sudah cepat cuci tangan, langsung makan tuh sudah Mama siapkan.”
“Yaaahhh, Mama… padahal Dodo serius,” gumam Dodo sambil pergi ke kamar mandi dan mencuci tangannya.

***

Keesokan harinya saat jam istirahat di sekolah, Dodo hendak menceritakan pengalamannya kemarin pada teman-temannya. Tentu saja, Rere dan Mimi pun tidak mau ketinggalan.
“Yang benar, Do?” tanya Mimi penasaran.
“Iya, benar. Masa aku bohong!” jawab Dodo.
“Wah, berarti hebat juga ya itu nenek?” kata Rere sambil tersenyum.
“Ih, hebat apanya? Seram!” timpal Dodo.
“Ah, Rere ada-ada saja! Masa seorang nenek tua yang misterius itu dibilang hebat? Hmm…” kata Dodo dalam hati.
Seperti biasanya, DOREMI pulang sekolah lewat rumah nenek angker itu. Tiba-tiba tanpa sengaja, mereka mendengar samar-samar beberapa orang sedang bercakap-cakap. Sesekali ia mendengar ucapan-ucapan kasar dari seseorang yang entah di mana. Karena penasaran, dengan berlahan-lahan Rere berniat menguping pembicaraan orang tersebut.
“Heh, Rere! Gimana kalau ketahuan?” kata Dodo sambil berbisik melihat Rere yang mengendap-endap memasuki halaman rumah angker itu. Tanpa menghiraukan ucapan Dodo dan Mimi, Rere pun terus berdiri di halaman rumah angker itu. Tiba-tiba… terdengar suara langkah kaki seseorang dari arah samping rumah. Rere hampir tertangkap, jika seandainya dia tidak langsung mengambil langkah seribu dan bersembunyi di balik salah satu pohon jati rumah itu. Setelah orang itu masuk ke dalam rumah, DOREMI pun langsung kabur dari rumah itu.
“Aku yakin, ada yang tidak beres dengan rumah tua itu!” kata Rere dengan sangat yakin.
“Maksud kamu apa, Re?” tanya Mimi.
“Kayaknya ini harus di laporin ke Pak Lurah deh,” lanjut Rere meyakinkan.
“Eh jangan dulu! Nanti kalau ternyata informasinya salah gimana?” ucap Dodo.
“Hmm, iya juga sih. Ya sudah, gimana kalau besok kita kesana lagi?” usul Rere. “Sekalian, mungkin kita bisa melacak dan membongkar kedok nenek tua itu!” Mulailah si Rere beraksi dengan gaya sok detektifnya. Dia memang bercita-cita menjadi seorang detektif, seperti tokoh kartun kesukaannya, Conan.
“Oke! Oke!” jawab Dodo dan Mimi berbarengan.

***

Seperti janji mereka kemarin, hari ini DOREMI sepakat untuk kembali mengintai rumah nenek angker itu. Maka sepulang sekolah ketiganya langsung nongkrong di warung yang ada di samping rumah si nenek angker.
Sudah hampir satu jam Dodo, Rere, dan Mimi menunggu. Tapi tidak ada pergerakan apapun di rumah angker itu.
“Kita pulang saja, yuk!” ajak Mimi yang sudah terlihat bosan.
“Iya, yuk!” kata Dodo ikut-ikutan, “lapar nih.”
“Hmm, tunggulah sebentar lagi!” kata Rere yang masih saja terlihat semangat.
“Sudahlah, Re… dari tadi kita sudah tunggu di sini dan ternyata tidak ada apa-apa,” bujuk Dodo, “bagaimana kalau kita lanjutkan lagi nanti?”
Karena merasa kasihan kepada kedua temannya, Rere pun setuju untuk pulang.
Malam harinya, Rere mendatangi rumah Dodo dan mengajaknya untuk melanjutkan misi pengintaian rumah nenek angker itu. Sebenarnya Dodo sangat malas, apalagi ini sudah malam. Tapi karena Rere memaksa, akhirnya Dodo ikut juga. Mereka hanya berdua pergi ke rumah itu, karena Mimi tidak diizinkan keluar rumah oleh orang tuanya.
Krik...krik…kriiikk… Suara jangkrik dan keheningan malam menyelimuti Rere dan Dodo di halaman rumah nenek angker. Angin mulai kencang, udara menjadi sangat dingin. Dodo pun mulai merinding.
“Kenapa enggak besok saja sih, Re? Ini kan sudah malam,” tanya Dodo.
“Habisnya aku tidak sabar menunggu besok. Aku ingin cepat-cepat tahu rahasia apa yang ada di rumah ini,” jawab Rere yang merasa sangat yakin kalau rumah nenek angker ini menyimpan rahasia yang bisa dia pecahkan.
Tiba-tiba mereka mendengar suara serak, “sedang apa kalian di sini?”
Mata Dodo dan Rere terbelalak. Mereka sangat terkejut saat melihat seorang nenek berkulit putih dengan rambut panjang yang juga putih sudah berdiri dekat mereka. Kulitnya keriput, matanya merah. Sangat menakutkan!
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!” Dodo dan Rere teriak berbarengan dan langsung lari sekencang-kencangnya seperti sudah melihat setan.

***

Pagi harinya Dodo kedatangan tamu, dan betapa kagetnya Dodo saat tahu tamunya itu adalah si nenek angker. Awalnya Dodo tidak mau menemui nenek itu, tapi karena paksaan dari Mamanya akhirnya Dodo pun bertemu dengan nenek itu dan meminta maaf atas kejadian semalam.
Ternyata nenek tua yang dianggap angker itu adalah seorang nenek yang ramah dan baik hati. Buktinya ia tidak marah dengan sikap Dodo dan teman-temannya yang mencurigai rumah itu.
Sebenarnya nenek tua yang misterius itu adalah guru kesenian Mama Dodo saat SD dulu. Makanya, ia sangat pandai memainkan alat musik, termasuk piano. Hanya saja karena umurnya yang sudah cukup tua, ia hanya sekali-kali memainkannya. Itu pun hanya untuk menghibur diri saat merasa sepi karena tinggal di rumah itu seorang diri. Mendengar hal itu, Dodo pun berniat mengajak DOREMI untuk melakukan sesuatu agar dapat menyenangkan hati si nenek.
Mulai saat itu, setiap pulang sekolah DOREMI selalu mampir ke rumah nenek yang tidak angker lagi itu untuk sekedar menemani si nenek dan bahkan membantu si nenek membersihkan rumahnya yang cukup besar itu.

***

Tidak ada komentar: